Jumat, 16 November 2012

24 HOURS eps. 3


By: Berta Silvia

Tak kusadari sang matahari telah menyapaku dipagi hari seakan membangunkan lamunan panjangku. Ibu membuka pintu kamarku dan terkejut melihat diriku terduduk disamping tempat tidur, kemudian dia menghampiriku, memegang dahiku untuk memastikan apakah aku sehat. Lalu dia bertanya masih dengan bahasa isyarat itu apakah aku baik-baik saja? Aku hanya mengangguk. Ibu lalu meninggalkanku untuk menyiapakan sarapan pagi kami. Aku meraih buku tua itu dan membuka lembar kosong itu lagi, tertulis “temporis supererat XI horas” aku berguman “ waktuku 11 jam lagi” sambil beranjak ke kamar mandi untuk bersiap-siap berangkat sekolah.
Aku menjalani pagi ini seperti biasa, sarapan dengan orang tuaku lalu berpamitan. Aku berjalan menyisiri komplek rumahku, disana ku temui beberapa tetangga yang menyapa dengan senyuman dan beberapa anak SD yang berlarian berangkat sekolah. Aku mendengar beberapa perkataan orang-orang yang sedang membicarakanku. Tapi seakan sudah kebal dengan itu, aku tidak memperdulikannya lagi. Aku hanya berharap semua ini segera berakhir.
Sesampainya di sekolah juga seperti biasa, teman-teman tersenyum padaku namun aku tak mampu membalas senyum palsu mereka. Saat memasuki kelas, Ciro menyapaku dengan senyuman khasnya yang selalu melelehkan hatiku. Kami pun bersama-sama menuju kelas. Ciro duduk agak jauh dariku tapi aku masih dapat dengan jelas memperhatikannya. Kami menuju tempat duduk masing-masing ketika tiba di kelas. Aku dapat dengan jelas melihat beberapa anak laki-laki menghampiri Ciro, mereka bercakap-cakap dengan riangnya sampai perkataan itu terlontar dari salah seorang teman yang sedang berkumpul dengan ciro “Kamu menyukai Anne ya? Perhatian sekali dengannya. Ayo ngaku.” Tiba-tiba detang jantungku berdegup dengan kencang menantikan jawaban dari ciro. Tapi jawaban dari ciro tidak ubahnya dari teman-teman yang lain malah semakin pahit karena terlontar dari mulutnya yang ku anggap sebagai matahariku. “ah itu tidak benar, aku memperhatikannya karena kita harus baik pada orang lain. Apalagi dengan dia yang seperti itu, aku juga sedikit kasihan padanya. Kalian jangan mengoloknya, hidupnya sudah terhina tuh. Haha.” Jawab ciro.
Sepanjang pelajaran berlangsung aku tak dapat mendengarkan dan memikirkan apapun. Semua berputar-putar di kepalaku. Hingga akhirnya pukul 10.00 a.m itu berarti waktu istirahat pertama tiba. Aku memutuskan untuk pergi sambil membawa buku tua itu ke atap sekolah, tempat yang paling jarang aku kunjungi. Tempat itu kupilih karena kufikir itu adalah tempat yang cocok bagiku menumpahkan kesalku. Setibanya disana aku memilih tempat yang paling jarang di kunjungi siswa lain kemudian menjatuhkan diri di sudut dinding pagar pembatas di atap dan berteriak sekencang-kencangnya, menangis, serta memaki-maki diri sendiri. Tanpa aku sadari ternyata telah berdiri sesosok laki-laki yang aku kenal tidak jauh dari tempatku duduk, dia adalah Juro. Dia memandangku dengan tatapan datar. Lalu aku bertanya kenapa? Dia pun menjawab, “itu adalah tempat biasa aku tidur”, kemudian dia duduk disebelahku yang masih tercengang dan melanjutkan perkataannya “aku tidak tahu ternyata kamu sudah dapat mendengar dan berbicara”, Aku masih tercengang lalu tersadar ketika tangannya menyentuh dahiku seraya berkata “kamu baik-baik saja?”

<bersambung>

24 HOURS eps.2

By: Berta Silvia

Sinar matahari sore yang masuk dalam ruangan ini menyilaukan mataku, perlahan aku membuka mata. Kepalaku masih terasa agak pusing, namun kupaksakan untuk bangun dari tidur anehku ini. Kutengok jam tanganku menujukkan pukul 5 sore. Mataku berlari keseluruh penjuru ruangan tapi tidak kutemui seorang pun, kemudian pandanganku tertuju ke arah meja baca tempatku tertidur. Disana tergeletak buku tua yang masih terbuka bekas kubaca tadi. Saat ku lihat baik-baik, lembar yang aku tulis tadi kini telah kosong kembali. Ku coba untuk memejam-mejamkan mata untuk memastikan apa yang aku lihat. Sangat jelas di ingatanku bahwa aku tadi menulis sebuah kalimat di buku itu. Ku coba memperhatikan kembali lembar itu dan perlahan-lahan muncul sebuah tulisan “XXIV horis fuisse concessam (24 jam telah diberikan)”. Sejenak aku tertegun, apa kah ini benar?  Karena penasaran, aku memutuskan untuk membawa pulang buku itu.

Aku melangkah meninggalkan perpustakan, perlahan telingaku menangkap suara langkah kaki. Aku terdiam, air mataku menetes perlahan. “Aku dapat mendengar suara langkahku!” aku kembali terdiam sambil memengan mulutku. “Aku dapat berbicara!” air mataku makin deras mengalis dan kakiku terasa lemas, aku terduduk di koridor penghubung antara perpustakaan dan kelasku.

Setelah menghapus air mataku, kini aku melangkah mendekati kelasku. Sepertinya masih ada beberapa siswi disana karena aku dapat mendengar tawa mereka dari kejauhan. Aku tak sabar untuk memberi tahu mereka tentang keadaanku sekarang. Semakin mendekati pintu kelas, langkahku terhenti oleh ucapan salah seorang teman kelasku, “apa pun yang kita katakan tentang Anne, dia tidak akan pernah tahu asalkan kita tersenyum padanya. Itupun kita lakukan agar dapat contekan saat ujian darinya. Salah sendiri kenapa dia tuli dan bisu. Hahaha.” Semua yang ada di kelas tertawa seolah mendengarkan lelucon yang lucu sekali.

Aku mengurungkan niat untuk memberi tahu mereka. Langkahku begitu berat memasuki kelas untuk mengambil tas. Seperti biasa teman-teman tersenyum padaku, namun aku tak mampu membalas senyuman mereka. Aku hanya terus berjalan meninggalkan kelas dengan kenyataan yang merobek hatiku.

Masih dengan langkah gontai, aku memasuki rumahku. Ku usahakan untuk tersenyum agar dapat mengatakan keadaanku sekarang pada ayah dan ibu di ruang keluarga. Lagi-lagi langkahku terhenti saat mendengar ucapan orang tuaku, “seandainya saja anak kita normal. Pasti tidak akan merepotkan dan menjadi buah bibir tetangga”. Ucapan itu seolah menusuk langsung ke jantungku. Nafasku seolah terhenti. Kemudian ibu menoleh padaku dan tersenyum seraya mengatakan selamat datang dengan bahasa isyarat. Ayah juga tersenyum. Ajaib, tak setetes air matapun jatuh dari mataku. Entah karena otakku belum dapat memperoses apa yang kudengar tadi atau air mataku telah habis, aku tidak tahu. Ku urungkan kembali niatku tadi dan meninggalkan ruangan tempat ayah dan ibu.

Kini aku telah berada di ruangan yang paling nyaman bagiku. Aku meletakkan tasku di atas meja belajar kemudian menjatuhkan diriku ke tempat tidur. Hari ini aku sangat lelah, tubuhku membutuhkan sedikit istirahat. Otakku pun seperti tak dapat meng-input data lagi. Tanpa ku sadari, kantuk mulai menjalar ditubuhku dan aku mulai tertidur.

Jam dinding di kamarku menunjukkan pukul 01.15 a.m saat aku terjaga dari tidurku. Ku dapati tubuhku kini mengenakan baju tidur tidak lagi mengenakan seragam sekolah. Pasti ibu yang telah masuk diam-diam ke kamarku dan mengganti bajuku. Air mataku akhirnya kembali menetes. Maafkan aku, ibu pasti lelah mengurus aku yang seperti ini. Ayah pasti capek memenuhi kebutuhanku yang seperti ini. Maafkan aku.

Kuraih buku yang kupinjam tadi dari dalam tasku. Ku buka halaman demi halaman hingga halaman kosong itu dan kini tertulis ”temporis supererat XV horas XL minutes”, itu berarti waktuku tinggal 15 jam 20 menit lagi dari sekarang. Entah kenyataan apa lagi yang akan aku terima, sekarang aku tak dapat memikirkan apa-apa lagi. Tak kusangka dengan buku ini benar-benar dapat membuatku mendengar dan berbicara. Tapi bukan ini kenyataan yang aku inginkan. Kini perhatianku teralih ke album foto yang tersimpan rapi di laci meja belajar. Kuraih dan ku amati satu persatu foto yang tertempel disana. Semua tersenyum di foto itu tapi tak penah terfikir olehku bahwa senyum itu adalah senyum palsu. Kemudian aku terdiam dan pandanganku menerawang entah kemana seakan kantuk tak berani menghinggapi mataku.

<bersambung>

Selasa, 13 November 2012

24 HOURS eps.1

By: Berta Silvia

24 jam itu sama dengan satu hari. Apa yang bisa dilakukan dengan waktu hanya 24 jam. Sebagian hanya bisa melakukan sedikit hal dalam satu hari. Tapi menurutku, 24 jam adalah waktu yang cukup untukku merasakan kehidupan seperti mereka. 24 jam waktu yang cukup untukku bisa mendengar suara mereka. Dan 24 jam sudah cukup bagiku untuk berterima kasih.

Namaku adalah Anne, yang berarti sempurna. Tidak seperti namaku, aku tidak sama layaknya mereka. Duniaku sepi, tak ada yang dapat terdengar olehku. Aku hanya bisa melihat senyum mereka sambil berharap aku mampu mendengar suara dan mengucapkan dua patah kata yaitu “terima kasih”. Kini aku duduk di kelas 2 SMA.

17 tahun Kehidupanku tidak seluruhnya buruk. Aku bersyukur dikelilingi orang-orang yang masih mau tersenyum padaku, walau aku tak dapat mendengar apa yang mereka katakan terhadapku. Aku juga bersyukur masih dapat merasakan jatuh cinta pada Ciro teman sekelasku. Dia selalu baik padaku, membuatku berdebar dengan senyumannya, dan dia ibarat matahari bagi hidupku sama seperti namanya yang berarti matahari. Hanya saja aku masih merasakan tatapan yang begitu dingin dari Juro, yang begitu santai menjalani kehidupannya. Sejujurnya aku iri padanya.

Hari ini pun sama seperti sebelumnya. Aku masih di sekolah, di ruangan yang berisi rak-rak buku yang berjejeran dengan rapi. Tidak banyak siswa yang mau mengunjungi tempat ini diwaktu senggang seperti ini, mereka lebih memilih di kantin atau kumpul dengan teman-teman sambil bercengkrama. Tapi bagiku, tempat ini adalah tempat sempurna untukku. Disela keasikanku memilih-milih buku, ada sebuah buku kusam yang terletak di pojok bawah rak di ujung ruangan dan terlihat sekali buku itu sudah lama tidak tersentuh. Saat ku ambil, buku itu sudah penuh dengan debu. Perlahan ku sibak debu itu dengan sapu tangan yang ku bawa. Sampul buku itu tidak tertulis judul, hanya terdapat sebuah gambar jam. Ku buka lembar kedua, disana terdapat tulisan latin “XXIV Horas” yang berarti 24 jam. Lembar selanjutnya ku dapati tulisan-tulisan latin. Sejenak aku berfikir sejak kapan perpustakaan sekolah ini punya koleksi buku seperti ini. Karena makin penasaran, aku memutuskan untuk mencoba membacanya. Isi buku itu adalah “hal yang tak dapat kamu lakukan akan dapat dilakukan dengan cara mengorbankan sisa hidupmu untuk 24 jam yang kamu inginkan. Kamu hanya perlu menulis permohonanmu di lembar kosong dalam buku ini”.

Setelah membacanya, kini aku berada dilembar terakhir.  Diatas lembar ini tertulis “petitio tua” yang berarti permintaan anda. Aku terdiam sejenak sambil tersenyum, dalam hati aku berkata “mungkinkah ada hal seperti ini di kehidupan modern? Tak ada salahnya aku mencobanya”. Tanganku tergerak untuk menggoreskan tinta di lembar kosong itu, kemudian tertulis “Vellem similis diligere, audite quod si mundum amittere possit dicere vita reliqua (Aku ingin sekali saja seperti mereka, mendengarkan dunia ini dan mampu berkata meski harus kehilangan sisa hidupku.)”. setelah itu aku merasakan kantuk yang sangat, tanpa kusadari aku tertidur di meja baca.

<bersambung>

Senin, 12 November 2012

My J (SNSD)


Orang-orang berkata bahwa aku cantik jika jatuh cinta, Aku rasa hal itu benar
Aku selalu tersenyum tanpa alasan dan tanpa kuketahui, aku menyerupai dirimu, kebetulan yang aneh
Lembut dan semakin tebal, transparan serta sedikit terang
Aku mencintaimu my J, my my J my J, aku mencintaimu, bersamaku
Jika aku bersamamu, akan sangat membahagiakan, apakah terlihat? Hatiku bersamamu setiap hari selama 365 hari
Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan ketika memandangmu, sangat jelas bagiku dan akupun tertawa
Aku harus bagaimana, aku tidak dapat hidup tanpamu my lovely J
Meskipun berjalan, merebahkan tubuh, tanpa kusadari aku berguling sebentar dengan senyuman yang mengembang
Meskipun begitu, aku berharap kau berada di sisiku, benar-benar tidak dapat kupercaya
Elegan dan semakin berani meskipun sedikit lembut
Akankah kau muncul my J, my my J my J, aku mencintaimu, bersamaku
Jika aku bersamamu, akan sangat membahagiakan, apakah terlihat? Hatiku bersamamu setiap hari selama 365 hari

Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan ketika memandangmu, sangat jelas bagiku dan akupun tertawa
Aku harus bagaimana, aku tidak dapat hidup tanpamu my lovely J
Sekarang kita harus bagaimana, aku mencubit diriku yang merasa seperti mimpi
Kau yang berada di depanku, Aku benar-benar mencintaimu my J
Jika aku bersamamu, akan sangat membahagiakan, apakah terlihat? Hatiku bersamamu setiap hari selama 365 hari
Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan ketika memandangmu, sangat jelas bagiku dan akupun tertawa
Aku harus bagaimana, aku tidak dapat hidup tanpamu my lovely J